Wednesday, December 22, 2010

Lima Alasan Kenapa Indonesia Bisa Juara Piala AFF Suzuki 2010

Malaysia yang akan dihadapi Indonesia di partai final nanti diyakini bukanlah tim yang sama dengan yang kita kalahkan dengan skor telak di babak penyisihan grup lalu. Delapan dari skuad inti mereka sudah pulih dari cedera, Laos dan Vietnam menjadi korban kebangkitan mereka. Namun, Indonesia punya beberapa alasan kenapa tim kita mampu mengkandaskan mereka sekali lagi tahun ini, dan kali ini diyakini akan lebih sakit bagi mereka karena akan terjadi di partai final! Berikut beberapa alasan yang menurut BOLA.NET akan dapat mewujudkan Indonesia menggenggam Piala AFF Suzuki 2010 ini.
Kejutan Alfred Riedl
Pelatih yang belum genap setahun menangani tim nasional Indonesia ini kini dikenal sebagai pelatih yang gemar melakukan terobosan baru dan suka membuat kejutan. Reformasi ia lakukan di tubuh tim nasional, nama-nama seperti Ismed Sofyan hingga sang mega bintang Mutiara Hitam Boaz Solossa terpaksa ia coret. Bahkan, striker sekelas Bambang Pamungkas pun ia cadangkan. Ia hanya menyisakan Maman Abdulrahman, Markus Horison, dan Firman Utina saja di skuad utama besutannya. Muka-muka baru ia percaya untuk mengenakan jersey berlogo Garuda di dada kanan itu.
Pencoretan Boaz, memecahkan rekor dengan mengalahkan Thailand, dan yang paling gres menurunkan Yongky Aribowo menjadi starter di laga semifinal ke dua melawan Filipina adalah contoh betapa ia suka memberikan surprise bagi rakyat Indonesia. Sejauh ini kejutannya sudah berbuah manis, dan kita semua berharap ia juga memberikan kejutan yang sangat kita impikan dan kita tebak, menjuarai Piala AFF Suzuki 2010.
Cristian Gonzales
Pemain naturalisasi ini sudah mengemas tiga gol. Dua golnya merupakan gol penentu kemenangan atas Filipina dan mengantarkan Indonesia ke partai final, sisanya, adalah gol yang ia cetak ke gawang Malaysia. Gol yang tak kalah spesial dengan dua golnya di semifinal itu karena mampu membalikkan keadaan menjadi 2-1 untuk Merah Putih, dan membawa Indonesia bangkit untuk menyudahi laga dengan kemenangan telak 5-1 itu. Terlebih kini namanya berada di deretan pencetak gol terbanyak, ambisi lain menjadi top skor menjadi pelecut semangatnya untuk menggedor jala Sharbinee Allawee sekali lagi. Kalau Filipina dua kali dalam dua laga saja bisa dibobol oleh El Loco, kenapa Malaysia tidak?
Mental Lebih Siap
Akan muncul juara baru dalam perebutan piala paling bergengsi se Asean ini karena Indonesia dan Malaysia sama-sama belum pernah menjadi juara di ajang ini. Namun, Indonesia 2 kali lebih banyak tampil di final daripada Malaysia yang hanya sekali tampil di tahun 1996 lalu dan secara head to head di Piala AFF, Merah Putih pun lebih unggul. Oleh karena itulah Indonesia diyakini lebih memiliki kesiapan dari segi mental daripada tetangga dekat yang menjadi seteru abadi mereka ini.
Dukungan TKI di Malaysia
Kalau mereka biasa disebut pahlawan devisa, kini mereka bisa juga disebut sebagai pahlawan sepak bola, dengan catatan mereka turut hadir di National Stadium Malaysia dan membantu Merah Putih berjaya di sana. PSSI sudah meminta KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) untuk mengerahkan sebagian dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang jumlah totalnya melebihi tiga juta orang itu. Bahkan PSSI juga sudah meminta kepada LOC Malaysia untuk tidak mempersulit mereka dalam mendapatkan tiket.
Partai Puncak di Indonesia
Partai final di ajang ini akan digelar dua kali, pertama di Malaysia 26 Desember nanti dan tiga hari kemudian akan diselenggarakan di Gelora Bung Karno Jakarta. Suatu keuntungan bagi Indonesia, kalau pun barisan pertahanan kita yang baru kebobolan 2 gol saja itu terpaksa jebol dan kalah di Malaysia, maka akan dipastikan kita dapat membalasnya dengan telak di Jakarta. Keangkeran GBK dan dukungan 80 ribu supporter fanatik yang setia meneriakkan yel-yel "In-do-ne-sia!" sudah memberi bukti pada kita. Tim Merah Putih tak terkalahkan di sini, dan gawang Malaysia sudah menyumbangkan 5 gol dari total 15 gol yang sudah Indonesia ciptakan ke gawang lawan. Kalau partai pembuka Indonesia di Piala AFF ini dibuka dengan kemenangan 5-1 atas Malaysia, lalu, kenapa tidak mungkin Indonesia juga akan kembali mengganyang mereka dengan skor yang besar pula di partai penutup?

Thursday, December 9, 2010

Paul Stretford: Bagaimana Agen Pemain Mengubah Peta Sepak Bola

Manchester United dan Wayne Rooney sempat mengalami perselisihan kontrak beberapa waktu lalu, dan dari kasus tersebut ada satu nama yang patut dikedepankan. Ya, dialah Paul Stretford.
Kesepakatan baru yang akhirnya disetujui oleh Rooney mengakhiri beberapa pekan penuh rumor, spekulasi, klaim publik dan saling balas komentar saat negosiasi kontrak antara pemain Inggris paling berbakat, manajer Inggris Raya paling sukses dan salah satu klub terbesar dunia, menyeruak ke ruang publik.
Puncaknya, protes massa bahkan ancaman kematian melayang kepada Rooney yang dikhawatirkan akan menyeberang ke kubu sang rival, Manchester City. Kondisi ini juga menggambarkan pergeseran kekuatan dari klub kepada pemain, atau lebih tepatnya perwakilan para pemain.
Stretford, agen Rooney, memang tak pernah muncul di ranah publik setelah kontrak lima tahun yang amat menggiurkan dari kliennya ditandatangani, namun mantan salesman vacuum cleaner berusia 52 tahun itu dipercaya sebagai orang yang bertanggung jawab atas hiruk pikuk kontrak tersebut.

Stretford, mantan salesman vacuum cleaner yang menjadi jutawan dari uang pesepak bola (c) Telegraph
Jika benar laporan yang menyebut bahwa ia berhasil mendapatkan kenaikan gaji untuk Rooney - yang kini diperkirakan mencapai kisaran angka 180.000 hingga 250.000 pound per pekan, maka ia diyakini juga mendapat bagian yang lumayan besar dari kesepakatan tersebut. Biaya 1 juta pound, naik menjadi 1,5 juta jika Rooney bertahan selama lima tahun, yang diterimanya saat mengatur kepindahan Rooney Everton ke United, diyakini merupakan biaya terbesar yang diterima seorang agen pemain di Inggris Raya.
Peran agen sepak bola umumnya, dan Paul Stretford khususnya, adalah untuk mengurus hampir setiap aspek karir klien mereka, yang memungkinkan sang pemain hanya berkonsentrasi untuk bermain sepak bola. Mereka menangani kesepakatan kerja dan dukungan serta hubungan masyarakat, dan secara umum membantu mereka untuk mempromosikan diri sebagai produk yang menghasilkan uang. Sebagai imbalannya, si agen mengambil potongan dari upah klien mereka yang berkisar 5 persen ke atas. Ketika Stretford pertama mengurus Wayne Rooney yang masih berusia 18 tahun, dokumen menunjukkan bahwa ia mengambil sebesar 20 persen. Dalam transaksi lain, ia bahkan dijuluki Mr 40 Cent Per.
Hasil riset Birkbeck College's Football Unit menunjukkan bahwa agen pemain sudah menjadi bagian dari sepak bola sejak 1885, dipergunakan secara luas oleh klub untuk memantau bakat pemain. Penggunaan peran mereka oleh para pesepak bola meluas di era 60 dan 70-an, namun peran agen berkembang pesat di era 90-an seiring pertumbuhan finansial yang dipicu uang dari pertelevisian.
Hasilnya terjadilah perubahan situasi. Klub yang biasanya mengendalikan hidup sang pemain lewat monopoli transfer dan permainan kontrak, mulai terkikis kekuatannya dengan penghapusan upah maksimum di tahun 1961, kasus George Eastham di tahun 1963 dan memuncak di tahun 1995 lewat aturan Bosman, yang memberikan kebebasan pada sang pemain untuk hengkang di akhir kontraknya sekaligus menyingkirkan kekuasaan mutlak dari tangan klub dan memindahkannya kepada para pemain, atau dalam hal ini, agen mereka.
Peningkatan besar dalam gaji pemain dan posisi pemain yang kuat dalam negosiasi menjadikan jumlah agen pun meningkat dramatis. Saat ini, ada sekitar 431 agen terdaftar pada Asosiasi Sepak Bola Inggris - hanya Spanyol yang memiliki lebih banyak dengan total 585 agen. Kekuatan agen kini menyamai kekuatan yang dimiliki para pemilik, manajer dan ofisial klub. Biaya yang dihasilkan dari proses transfer membuat mereka dituduh sebagai sosok yang memicu keserakahan mereka sendiri dan juga para pemain, membuat klub tak stabil serta mengeksploitasi para fans.

Kedekatan Stretford dan Rooney di lapangan golf (c) TheNational
Bagi banyak orang, Paul Stretford melambangkan semua yang baik dan buruk tentang agen modern. Setelah melihat potensi bisnis sepak bola pada 1980-an, ia memulai karirnya sebagai agen dengan satu klien - striker Republik Irlandia, Frank Stapleton - dari lantai dasar rumahnya. Kesepakatan pertamanya memboyong Stapleton dari klub Le Havre Prancis ke Blackburn Rovers. Klien lainnya segera mengikuti.
Keterlibatan Stretford dengan United datang lewat mantan pemain Inggris, Andy Cole. Kepindahan Cole dengan bandrol besar dari Newcastle merupakan koneksi yang amat menguntungkan bagi United. Reputasi besar membawanya pada kesepakatan bersama skuad Skotlandia di Euro 96, yang meski kontroversial, disambut baik para pemain yang menikmati kerja kerasnya. Antusiasme Stretford untuk mengumpulkan uang bagi kliennya menimbulkan kritik luas dan ada banyak keluhan luas tentang biaya yang terlalu tinggi untuk wawancara dan penampilan pemain di depan umum.

Stretford kini bahkan selevel dengan Rooney dan Sir Alex Ferguson (c) Independent
Stretford mulai bersinggungan dengan Rooney, dan secara konsisten telah memberi hasil untuk kedua pihak, namun hal ini juga mendatangkan kesulitan. Pertama ia berhubungan dengan Rooney adalah saat orang tua sang pemain ingin anaknya pindah ke agen yang lebih besar dari agen sebelumnya, Peter McIntosh.
Namun ternyata hal itu membawa kerumitan dan segala kesulitan untuk Stretford. Ia bahkan harus berurusan dengan polisi dan pengadilan, dan puncaknya ia harus berhadapan dengan FA, yang lewat komisi disiplinnya menjatuhkan sanksi pada Stretford larangan berkiprah di dunia sepak bola selama sembilan poin dan denda 300.000 pound. Ia baru bebas dari sanksi tersebut Februari tahun ini.

Stretford mengurusi segala kepentingan Rooney (c) Dailymail
Kritik yang dilontarkan padanya menyebut bahwa keterlibatannya dalam episode kontrak Rooney telah menebus sanksi itu dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang justru merusak citra kliennya yang sudah terpuruk akibat skandal pribadinya. Rooney dan Stretford juga dituduh tak loyal serta serakah, bahkan rival mereka pun menggambarkan Stretford sebagai sosok 'tebal muka' dan hanya fokus pada produk akhir - uang. Beberapa bahkan menyebut bahwa ia sudah menyiapkan jalan keluar untuk Rooney yang bisa saja membawanya mendarat di Amerika Serikat atau klub Eropa lainnya.
Namun bagi mereka yang tak terlibat langsung, ini merupakan bukti paling sahih bahwa permainan indah sepak bola telah lama menyerah pada permainan bisnis yang kini dikuasai uang dan keserakahan

Riedl: PSSI Bisa Pecat Saya Kapanpun Mereka Mau

Jelang dimulainya perjalanan Indonesia di ajang Piala AFF, harapan tinggi dibebankan di pundak para penggawa Garuda Merah Putih. Bagaimanakah pandangan arsitek timnas Indonesia mengenai peluang anak asuhnya di ajang ini? Dan bagaimanakah kisah perjalanan karir pelatih berusia 61 tahun itu? Simak saja wawancara dengan pelatih yang sempat menjadi top skorer Liga Belgia, kala masih aktif menjadi pemain, di era 70-an itu dengan Thai Fussball.
thai-fussball.de: Mr. Riedl, sejak awal 90-an, Anda telah melatih jauh dari kampung halaman Anda di Austria. Josef Hickersberger, rekan Anda di Austria Wina, juga melakulan hal yang sama seperti Anda. Begitu pula Berti Vogts, Holger Osieck atau Wolfgang Sidka. Apakah yang melatari para pelatih menginginkan untuk berkarir di luar negeri dan seakan enggan untuk pulang kampung lagi?
Riedl: Seringkali terjadi bahwa Anda akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan di negara lain ketimbang di negara Anda sendiri. Jika Anda ingin mendapat pekerjaan, Anda tidak bisa menanti lama untuk mendapatkannya. Setalah melangkahkan kaki ke luar negeri, seringkali tidak mudah untuk bisa kembali pulang ke kampung halaman.
thai-fussball.de: Antara 1998 dan 2007, Anda menjadi pelatih Vietnam sebanyak tiga kali dan memimpin mereka bertarung di Piala Suzuki. Kebersamaan Anda ini diselingi melatih Al-Salmiya SC di Kuwait dan juga di Palestina. Mengapa Anda selalu kembali ke Vietnam di masa transisi itu?
Riedl: Tahun 1998, sumber daya mereka sangat terbatas. Namun, sejak saat itu, sepak bola Vietnam berkembang dengan sangat baik. Saya dan istri merasa sangat senang bisa berada di sana. Itulah sebab mengapa kami selalu kembali ke Vietnam.
thai-fussball.de: 2008 lalu, Vietnam berhasil memenangi Piala AFF di bawah pelatih Henrique Calisto. Apakah Anda akan mengatakan bahwa sukses Calisto berdasar pada kerja Anda beberapa waktu lalu?
Riedl: Sebetulnya, sukses Vietnam di hanyalah tinggal menunggu waktu saja. 2008 lalu mereka mendapat beruntung. Namun, menurut saya, semua orang yang pernah berkecimpung di sepak bola Vietnam berhak untuk mendapatkan pengakuan tersebut.
thai-fussball.de: Sejak Mei 2010, Anda bertugas sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia. Apakah yang mendasari Anda untuk hengkang ke Indonesia, padahal saat itu Anda masih berstatus pelatih Laos U-23.
Riedl: Karena saat itu Federasi Sepak bola Laos sedang mengalami transisi. Sementara, saya mendapat tawaran dari Indonesia.

thai-fussball.de: Sejak menangani Timnas Indonesia, Anda tidak pernah benar-benar mendapatkan situasi yang benar-benar kondusif. Beberapa pekan di sana, Anda disebut bakal kehilangan jabatan Anda. Belakangan ini, manajer tim, Andi Darussalam menuding Anda sebagai sosok yang arogan. Beberapa hari kemudian, PSSI menarget Anda untuk memenangi Piala AFF. Apabila gagal,Anda akan dipecat. Bagaimana pendapat Anda dan cara Anda menyikapi hal ini.
Riedl: Saya telah membaca mengenai hal ini. Namun, sebagai pekerja di PSSI, saya bisa dipecat kapan saja mereka mau. Sementara itu, mengenai masalah dengan Andi, saya bisa pastikan telah selesai. Di ajang ini, target saya adalah membawa tim ini ke partai final. Saya tidak berpikir mengenai target-targetr lainnya. Saya hanya berusaha menjalankan tugas saya sebaik mungkin. Apabila mereka tidak puas, seperti yang telah saya katakan, saya hanyalah seorang pekerja."
thai-fussball.de: Adakah sebuah taktik khusus yang menjadi favorit Anda?
Riedl: Saya tidak memiliki sebuah taktik favorit. Saya menerapkan taktik sesuai dengan lawan yang akan kami hadapi.
thai-fussball.de: Tim manakah yang Anda anggap sebagai favorit dalam ajang ini? Dan, bagaimana menurut Anda peluang tim Anda di sini?
Riedl: Seperti biasa, Thailand, Vietnam dan Singapura. Mereka memiliki potensi untuk menjadi favorit di ajang ini. Namun, kami tidak boleh meremehkan Malaysia. Kami juga tidak bisa meremehkan lawan-lawan lainnya. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kami berharap bisa sampai ke babak Final.
thai-fussball.de: Liga mana yang menurut Anda merupakan yang terbaik di level ASEAN?
Riedl: Saya rasa V-League di Vietnam merupakan yang terbaik. Nampaknya mereka telah menunjukkan perbaikan yang sangat pesat.

Ronaldinho: Legenda Yang Mulai Mendekati Masa Akhir Edarnya

Ronaldinho, adalah salah satu legenda dalam dunia sepak bola yang memulai karirnya di Eropa pada Januari 2001 saat bergabung dengan klub Paris Saint Germain. Langkahnya ini dianggap sebagai suatu langkah yang berani dan menuai banyak keterkejutan, karena biasanya bintang Amerika Selatan justru memulai karirnya pada klub-klub Italia, Portugal, atau Spanyol.
Tapi ternyata langkahnya ini adalah sebuah langkah yang justru membuatnya semakin maju dalam karier selanjutnya, setelah dia bergabung ke dalam tim kelas dunia Barcelona, tim yang pada akhirnya akan melambungkan namanya ke langit ke tujuh.
Blaugrana menandatangani persetujuan tentang bergabungnya Ronaldinho dalam timnya, segera setelah gagal menarik David Beckham, tidak ada kata-kata yang cukup bisa menjelaskan bagaimana prestasi Ronaldinho dalam setiap permainan-permainannya. Dengan kata lain permainan hebatnya diibaratkan sebagai permainan yang berasal dari dunia lain.
Dalam masa-masa awal inilah Ronaldinho berhasil membawa momen kejayaan bagi Blaugrana. Dia adalah figur yang berperan penting dalam membawa nama Barcelona bertahta di La Liga musim 2005-2006 hingga pada kejuaraan Liga Champions.
Dalam sejarah Blaugrana, dia berhasil mencetak 95 gol dan 85 assist. Masa-masa keemasannya memang mencapai puncaknya pada sekitar tahun 2005-2006 dengan prestasi 25 gol dan 21 assist hanya dalam 45 kali permainan. Sungguh sebuah prestasi yang sangat mengagumkan kala itu.
Ronaldinho pun juga tak luput dari pencapaian berbagai prestasi pribadi. Dia juga berhasil meraih penghargaan dari Don Balon pada tahun 2004 and 2005, dan juga sebagai European Footballer of the Year pada tahun 2005. Dia pun berhasil meraih penghargaan sebagai FIFPro World Player of the Year pada tahun 2005 serta 2006, sekaligus FIFA World Player of the Year Award pada tahun 2004 dan 2005.
Prestasi lainnya yang juga cukup mengagumkan adalah ketika banyak orang mengakui kehebatannya saat dia berhasil membawa Barca mengalahkan Real Madrid di Bernabeu pada El Clasico musim 2005-2006.
Dalam permainan menghebohkan ini, dia berhasil mencetak 2 gol, yang salah satu nya terjadi ketika dia berlari menghindari separuh dari pemain tim lawan sebelum akhirnya dapat melewati Iker Casillas. Para pendukungnya akan terus mengingat bagaimana suporter lawan memberikan penghormatan (standing ovation) pada pahlawan dari tim musuh mereka ini.

Mendapatkan tepuk tangan dari Madridista di Bernabeu (c) Barcablog
Sayangnya kehebatannya ini juga dibarengi dengan sisi negatif. Ronaldihno sering bermasalah dengan hal-hal kedisiplinan bahkan sejak kemunculan awalnya di tim pertama Eropa-nya di PSG yang juga sering membuatnya bermasalah dengan manajernya.
Pelatihnya di timnya saat itu, Luiz Fernandez, juga mengatakan bahwa dia lebih tertarik pada kehidupan malam di Paris dibanding dengan sepak bola yang ditekuninya.
Masalah kedisiplinan ini juga mengancam karir Ronaldinho dengan Barca juga dengan manajer barunya Frank Rijkaard saat itu. Pada akhirnya dia kehilangan posisi nya dalam tim segera setelah dia mengalami kemunduran prestasi. Dia bahkan kehilangan motivasi untuk terus bermain seperti yang juga telah disampaikan Presiden saat itu Joan Laporta bahwa Dinho butuh sebuah tantangan yang baru.
Dinho kemudian menolak tawaran dari Manchester United dan setelah itu dia memutuskan bergabung dengan AC Milan pada bulan Juli 2008. Musim awalnya di Italia adalah sebuah kesuksesan yang cukup bagus bagi karirnya.
Dia langsung berhasil mencetak gol di partai pertamanya untuk Milan dan pada akhirnya dia berhasil mencetak 10 gol dalam musim pertandingan itu dan juga 8 assist. Sebenarnya ini juga bukanlah prestasi yang cukup gemilang dan perlu untuk diingat juga bahwa pelatih Carlo Ancelotti hanya memberinya 18 laga sebagai pemain starter dalam musim itu.
Momen terbaik dari yang terbaik
Pada musim berikutnya, 2009-2010, adalah masa di mana si Brasil ini mulai kembali menunjukkan kemampuannya. Pada masa ini, Dinho membantu timnya untuk dapat meraih posisi ketiga pada klasemen akhir. Dalam musim ini pula, Ronaldinho berhasil menyumbangkan 17 assists dalam total pertandingan yang ada dan berhasil mencetak 15 gol. Dia adalah pencetak assist terbanyak di Liga Italia dan Eropa saat itu.
Karir Ronaldinho sempat kembali cemerlang setelah itu, yang akhirnya bisa membuktikan bahwa perkiraan orang-orang selama ini tentangnya ternyata keliru. Namun situasi kembali memburuk di awal musim ini, Allegri, pelatih baru Milan tampaknya mengharapkan lebih tentang kedisiplinan dari para pemainnya. Tidak seperti Leonardo, dia cukup terganggu dengan kebiasaan Dinho yang kurang teratur dalam berolahraga dan kebiasaan buruk nya keluar malam yang pada akhirnya mempengaruhi penampilannya di lapangan.
Dengan kondisi Milan yang ada di Capolista Serie A dan serta sudah pastinya mereka lolos ke babak 16 besar Liga Champion meski tersisa satu permainan, sepertinya kesempatan untuk Dinho masuk ke skuad inti Rossoneri kian berat.
Selama musim ini, Ronaldinho hanya baru menyumbangkan 1 gol dalam 10 pertandingan. Dalam enam pertandingan terakhir, dia hanya mendapat 3 kesempatan bermain, itu pun hanya di menit 85 atau bahkan pada awal permainan di pertandingan yang sudah tak menentukan. Benar-benar sebuah pengalaman yang memalukan untuk pemain sekaliber Ronaldinho.

Ronaldinho sudah tak sehebat dulu, namun dia tetaplah salah satu yang terbaik di dunia sepak bola (c) AFP
Usia Dinho semakin tua, yang akan menginjak 31 tahun di tahun depan, membuat posisinya semakin sulit karena tampaknya dia tidak akan lagi masuk dalam salah satu senjata andalan utama Allegri. Bisa dipastikan bahwa sekitar Januari tahun depan, dia akan memantapkan langkahnya untuk meninggalkan Eropa dan pergi ke Amerika Serikat atau ke Timur Tengah mungkin.
Bila tahun depan dia benar-benar meninggalkan Eropa, bisa dikatakan bahwa karirnya sudah mencapai sekitar 10 tahun sejak kemunculan pertamanya di Eropa dan kepergiannya ini bisa dipastikan juga sebagai akhir dari perjalanan kisahnya.
Untuk pemain yang cukup mengguncangkan dunia dengan kemampuannya yang luar biasa, akan menjadi berita yang sangat menyedihkan bila tiba saatnya dia pergi. Meskipun dia berjanji untuk tetap menghibur penonton di manapun dia berada, faktanya adalah bahwa dunia telah benar-benar melihat kemampuan yang fenomenal dari seorang Ronaldinho. Dan tentu itu akan menjadi kehilangan yang sangat besar nantinya.