Saturday, September 26, 2015

Lentera

Haii

Gelapnya malam sudah nampak disana. Ingatkah kamu saat kita berdua berpayungkan sebuah langit yang entah itu langit hitam atau biru. Bintang-bintang bertaburan diatas sana, ya sulit untuk menerka berapa jumlah mereka diatas sana. Angan menjadi sebuah kata yang terbayangkan saat ini, entah itu hanya sebuah khayalan atau mungkin hanya sebuah impian. Sebecanda itukah kita.

Kebodohanku, memilihmu saat ada dua hati yang sedang mendekat

Apakah itu salah? Untukmu samudra aku seberangi, tunggu itu tidak mungkin. Kamu seakan kebal terhadap perkataan rayuan seperti itu. Angin telah tiba seaakan mengajak ku pergi. Ya kita memilih arah angin yang berbeda, aku seperti angin yang membawa aroma sebelum hujan baunya sangat khas seolah langit tau aku sedang sendu dengan ini semuanya. Sikapmu yang dingin menambah rasa kebodohanku, kamu tahu? Ya kamu seperti angin pujaan hati di pegunungan yang membawa kesejukan.

Kebodohanku, terlalu yakin dengan semua khayalan.

Ya kita sendiri yang memilih saat ini, untuk jalan pulang. Memilah gelapnya malam dengan lampu kecil yang kau pegang. Maaf aku tak bisa mendekat karena lampu kecil itu telah terjaga oleh kaca disekitarnya kamu sangat panas di malam itu. Aku cuma berharap kamu bahagia dengan keputusanmu, maka aku akan ikut bahagia juga di hati yang lain aku masih berharap dengan khayalan ini.

Kebodohanku, yakin dengan semua perkataan darimu.

Saat semuanya berubah dari malam menjadi pagi, embun pagi yang sangat dingin menyentuh daun daun dirumput terlihat tapi sangat kecil. Seolah-olah kita bisa berkaca dengan embun pagi itu yang mencerminkan kita dengan terbalik, semuanya telah kembali seperti semula. Perkataanmu terlihat nyata tanpa fatamorgana yang terlihat jelas tapi itu tidak nyata, serta kata darimu menyakinkan ku karena berkat mu aku tahu apa manfaat dari semua ini, bukan persatuan yang kamu inginkan tetapi hanya pertemanan yang kamu harapkan.

Kebodohanku, menjadikan kamu priotas pertama yang aku jalani.

Sore mulai tiba, seoalah ia menerka-nerka seberapa cantiknya kamu saat senja itu datang. Seolah-olah kebisingan dari kesibukan ku tak ada apa-apanya dibandingkan ingin berjumpa dengan kamu, wanita yang hampir sempurna.

Lentera, kita bagaikan lentera. Kamu lampu kecil yg menyala, dan aku sebagai kaca yang melindungi kamu. Tapi aku lebih berharap akulah sebagai cahaya dari lentera itu yang akan menyinari di jalan keinginanmu.